Hanya Air Mata

Sabtu, 24 Juli 2010 , Posted by GAPTEK at 00.42

Sore itu, kami semua tertunduk lemas. Kami mendengar bahwa tidak sedikit lembaga pendidikan yang melarang perkumpulan kami di sini. Sore itu, kami hanya mampu pasrah pada hasil dari seluruh apa yang kami lakukan hingga kami berdiri bersama di sini.

Kapan keajaiban itu datang agar kami tetap bisa berkumpul di sini? Kami bukan manusia ajaib yang mampu merubah seluruhnya menjadi mudah dan gampang. Kami hanya manusia-manusia kerdil di mata mereka.

Angin segar sempat kami hirup. Kami mampu mengangkat bahu serambi menghirup nafas sepanjang mungkin. Allah memberi sedikit peluang. Datang kepada kami seseorang dari utusan perusahaan telekomunikasi yang membawa beberapa lembar kertas mandat dari kementrian. Utusan itu mengatakan bahwa kami terpilih untuk menjadi salah satu pemegang amanah negara dalam rangka memajukan masyarakat indonesi.

Subhanallah....kami hanya mampu bersyukur. Senyum kami mulai merekah. Surat mandat itu kami jadikan kekuatan untuk melangkah.

Belum waktunya untuk tertawa, kami harus mengelus dada kembali. Perkumpulan kami kini dikenal sebagai sebuah ajang gerakan tidak jelas. Kami harus menelan lidah karena sulitnya kehadiran kami di tengah-tengah masyarakat. Surat mandat itu ternyata hanya sebatas surat nyasar. Bukan keberuntungan.

Kini usia kami sudah tiga bulan. Hingga kini kami masih harus berhati-hati dalam melangkah. Kami merasa seperti manusia-manusia jajahan yang terbelenggu di terali kemerdekaan. Kami harus kuat melihat layu wajah ayah dan ibu kami. Kami harus tegar merasakan betapa sesaknya bernapas di ranah ini.

Mungkin sedikit harapan kami toreh di dinding sejarah. Kami mulai mendapatkan apa yang disebut sebagai sebuah wujud. Kesedihan yang kami rasa mampu meneteskan air mata puluhan manusia. Mereka menangis, mengingat nasib yang sebenarnya sama. Kami rasa, kami alami, dan kami derita hingga saat ini.

Sampai kapan kami akan menyandang manusia-manusia bodoh di sini. Sampai kapan kami harus menjadi yatim piatu walau kami sebenarnya berayah dan beribu. Kami tersiksa dalam jajahan pemikiran yang kejam. Kejahilan, kebatilan, dan kesewenang-wenangan harus kami anggap sebagai sebuah kesalahan diri. Kami harus menghujam nurani karena kami berani melawan kedigdayaan penguasa dzolim.

Mereka berjubah putih, berlabel Haji, Tokoh masyarakat, tuan yang di tuankan. Mereka tidak pernah mengizinkan kami mengenal kejayaan yang hakiki.


StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist YahooTechnorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Buzz Facebook Digg twitter

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar